BANDUNG, iNews.id – Sebuah video pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Perumda Tirtawening Kota Bandung Tono Rusdiantono memerintahkan pencopotan seluruh kamera CCTV di area kantor viral di media sosial. Instruksi tersebut disampaikan Tono saat apel pagi pada 29 Juli 2025.
Video yang beredar di TikTok itu langsung menuai sorotan publik lantaran kantor perusahaan daerah air minum ini dikategorikan sebagai objek vital dengan kebutuhan pengamanan maksimal. Dalam rekaman video, Tono terdengar tegas meminta semua CCTV di area kantor, terutama yang mengarah ke ruangannya segera dicopot.

Baca Juga
Kasus Korupsi Lahan Rorotan, Eks Direktur Perumda Sarana Jaya Divonis 4 Tahun Penjara
Tono mengaku kecewa lantaran instruksinya tidak segera dilaksanakan oleh pegawai. Dia menilai keberadaan CCTV menjadi penyebab utama bocornya informasi penting dari ruang rapat direksi.
“Saya sudah beberapa kali memerintahkan agar CCTV di ruangan tertentu dicabut. Tapi baru kemarin saya mendapat laporan bahwa pencabutan dilakukan,” ujar Tono dalam video yang viral dikutip Selasa (19/8/2025).

Baca Juga
Eks Direktur Perumda Sarana Jaya Dituntut 5,5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Lahan Rorotan
Dia menambahkan, kebocoran informasi rapat dianggap sebagai pelanggaran berat.
“Karena setiap rapat di ruangan itu selalu ada informasi yang bocor keluar. Itu saya anggap pelanggaran berat,” katnya.

Baca Juga
Ratusan Pedagang Geruduk Kantor Perumda Pasar Juara Bandung, Tuntut Audit dan Penataan
Bahkan Tono meminta agar CCTV di akses menuju ruang server ikut dilepas. Menurutnya, kamera pengawas justru membatasi kenyamanan karyawan.
“Akses ke ruang server memang terbatas. Tapi untuk saya, tidak perlu ada CCTV di dalam ruang tersebut. Tolong, jangan ada lagi CCTV di dalam. Semua dicabut agar karyawan merasa bebas,” katanya.

Baca Juga
Eks Dirut Perumda Sarana Jaya Hadapi Sidang Vonis Hari Ini
Langkah pencopotan CCTV di Perumda Tirtawening mendapat perhatian serius dari DPRD Kota Bandung. Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung, Andri Rusmawan menilai keputusan itu justru berbahaya bagi keamanan data dan layanan publik.
Editor: Donald Karouw