JABARNEWS | BANDUNG – Setelah kasus Silfester Matutina, terpidana yang tak pernah dieksekusi menjadi sorotan publik, kisah serupa juga muncul di Kota Bandung. Tokohnya adalah Uyan Ruhyandi, terpidana 4 tahun penjara sejak vonis 6 November 2018, yang hingga kini bebas melenggang, seolah vonis itu hanya catatan di atas kertas.
Kejaksaan Negeri Bandung telah melayangkan surat panggilan eksekusi resmi Nomor: B-3479/M.2.10/Ft.1/07/2025, ditujukan ke Jl. Sederhana No. 49, Bandung. Dokumen itu sah, lengkap dengan tanda tangan pejabat berwenang. Namun, Uyan tak pernah hadir memenuhi panggilan. Putusan pengadilan yang seharusnya menutup perjalanan hukumnya justru tergantung di udara, menyisakan tanya besar di benak publik.
Kini, menurut sumber terpercaya, Kejari Bandung telah resmi menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk memburu Uyan Ruhyandi. Statusnya bukan sekadar terpidana yang mengabaikan panggilan, melainkan buronan resmi negara .
Berdasarkan Perkara Nomor 832/Pid.Sus/2018/PN Bdg, Uyan terbukti bersalah dalam kasus penerbitan faktur pajak fiktif senilai Rp 4,4 miliar. Majelis hakim yang diketuai Muhammad Razzad dalam putusannya menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 8,9 miliar, subsider 1 tahun kurungan tambahan. Sedang Jaksa Penuntut Umum saat itu adalah S. Arnold Siahaan, SH., MH.
Kronologi Kasus dan Hilangnya Terpidana
Modusnya, Uyan membuat dokumen faktur pajak seolah-olah perusahaan telah melakukan pembelian barang dari pemasok tertentu, padahal transaksi itu tidak pernah terjadi. Faktur tersebut kemudian digunakan untuk mengurangi kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada SPT Masa PPN perusahaan.
Secara teknis, penerbitan faktur fiktif ini memberi ilusi seolah perusahaan memiliki pajak masukan yang besar, sehingga pajak yang harus disetor ke kas negara menjadi jauh lebih kecil dari seharusnya.
Dalam kasus ini, kerugian negara yang timbul akibat aksinya mencapai Rp 4,4 miliar, dengan potensi penggelapan PPN hingga Rp 8,9 miliar.