Coba pramuat luar biasa untuk halaman web kami! 🚀
– Lihat pendapatan di https://pupr.cirebonkab.go.id/pendapatan/ 📊
– Pelajari inovasi di https://pupr.cirebonkab.go.id/teknologi/ 💡
– Ambil LAKIP di https://pupr.cirebonkab.go.id/lakip/ 📑
#PUPR #Cirebon #Informasi Mutakhir
CeritaNakal kali ini kita berikan untuk yang suka dengan tidak masuk akalnya dari cerita, langsung saja simak ceritanakal kali ini.
Dulu, bos saya memecat saya secara tiba-tiba, persis setelah saya berhasil mencapai target. Saya bahkan didorong keluar ruangan tanpa penjelasan apa pun. Yang lebih parah, saya tidak mendapatkan pesangon sepeser pun. Ternyata, perusahaan ini lebih mementingkan penampilan ketimbang dedikasi.
Pikiran saya kalut saat itu. Dengan tas di tangan dan motor butut yang sering mogok, saya harus memikirkan keluarga di kampung. Ada dua adik yang masih sekolah, dan orang tua saya hanya petani. Selama ini, gaji saya adalah satu-satunya harapan mereka.
“Pak Herdan anjing!” Tanpa sadar saya menendang tempat sampah di parkiran motor. Pak Herdan, bos saya, memang terkenal sering memasukkan orang-orang dari lingkaran dalamnya dan membuang karyawan lama demi keuntungan pribadi. Suap adalah hal lumrah di sana. Mungkin itu alasannya saya dipecat.
Saya berjalan gontai, memikirkan apa yang harus saya lakukan. Uang sisa di dompet hanya seratus ribu setelah membayar kosan. Tiba-tiba, motor saya mogok di tengah jalan. Sudah dicoba berulang kali, tapi tetap tidak menyala. Saya menengok sekeliling, mencari bengkel.
Sebuah toko barang bekas menarik perhatian saya. Mungkin ada suku cadang motor di sana, pikir saya. “Halo, Bang, kenapa motornya?” Seorang kakek tua menghampiri saya, sepertinya pemilik toko itu.
“Mau cari barang buat nyalain motor,” jawab saya.
“Oh, di sini enggak ada, Nak. Ini toko barang bekas. Wajah Abang pucat banget,” kata kakek itu, dengan penampilan lusuh tapi sama sekali tidak bau.
“Saya dipecat mendadak dari perusahaan, dan bingung harus menafkahi orang tua di kampung,” cerita saya.
“Wah, bosnya jahat juga ya,” kata kakek itu. Saya hanya mengangguk, jujur saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Kakek itu masuk ke dalam toko dan kembali dengan sebuah pistol hipnotis.
“Pistol? Untuk apa? Saya tidak akan membelinya,” seru saya.
“Wah, enggak apa-apa, gratis kok buat kamu. Saya pernah di posisimu, dan toko ini mungkin akan tutup sebentar lagi karena usia saya, hehe,” kata kakek itu sambil tersenyum.
“Fungsinya apa, sih? Hipnotis orang?” tanya saya penasaran.
“Kamu dipecat sama bos jahatmu, kan? Coba hipnotis yang bisa bikin bosmu sengsara,” jawabnya.
Mendengar itu, tiba-tiba saya teringat Bu Sandra dan anak-anaknya. Pak Herdan punya istri yang sangat cantik. Pikiran untuk merebutnya terlintas begitu saja. Dendam akan dimulai hari ini. Saya sangat berterima kasih kepada kakek itu.
“Tapi pistol itu ada pelurunya, dan kamu harus datang ke toko saya untuk membelinya, hehe. Saya gratiskan kamu untuk cari uang di sini, masalahnya harga pelurunya agak mahal,” jelas kakek itu.
“Berapa, Kek? Saya akan cari berapapun!” Saya sangat bersemangat.
“Tiga juta satu peluru, dan di dalam pistol itu tersisa lima peluru. Pistol ini punya tujuh slot.”
“Kamu tidak bisa hipnotis saya karena saya punya mantranya, hehe,” kata kakek itu bercanda.
“Saya tidak niat ke kakek, kok. Saya niatnya ke keluarga bos saya yang jahat dan kejam itu,” jawab saya.
Kakek itu tersenyum, dan saya langsung mencari ponsel saya untuk memesan Gojek ke alamat rumah bos saya. Saya menitipkan motor butut saya, dan Gojek datang lima menit kemudian.
Saya tiba di depan rumahnya yang dijaga satpam. Setelah membayar Gojek, saya turun. Satpam itu menatap saya sinis.
“Ada apa ke sini dengan baju lusuh begitu! Siapa kamu?!” ketus Pak Satpam.
“Saya karyawannya Pak Herdan, katanya saya disuruh datang saja ke rumah kalau ada apa-apa,” jawab saya lembut. Semoga kebohongan saya tidak dicurigai.
“Saya telepon dulu Pak Herdan,” katanya.
Ketika Pak Satpam membuka ponselnya, saya langsung menodongkan pistol hipnotis dan menembakkannya ke kepalanya. Peluru berwarna merah menempel di kulitnya seperti lem. Saya tidak tahu apakah itu sakit atau tidak.
Perumahan Pak Herdan sangat sepi, jadi mungkin tidak ada yang menyadari. Pak Satpam terdiam.
“Pak, sekarang saya tuanmu, bukan Pak Herdan. Ikuti kata saya,” saya tersenyum kecil.
“Baik, Tuan. Bapak adalah tuan saya sekarang,” ucap Pak Satpam dengan tatapan kosong.
“Saya Eric, orang yang akan menghancurkan hidup keluarga Pak Herdan. Tolong buka pintunya,” perintah saya.
“Baik, Tuan.” Pak Satpam membuka pagar rumah. Di dalamnya terparkir mobil Fortuner hitam dan Alphard mewah dengan bodi mulus.
“Pak, ada siapa saja di rumah?” tanya saya.
“Ada Bu Sandra dan Kak Wulan. Kak Dina sedang sekolah,” jawab Pak Satpam.
“Kak Wulan itu yang kerja di perusahaan Pak Herdan, kan? Kenapa dia enggak kerja hari ini?” tanya saya.
“Dia malas, Pak. Jadi, dia datang kalau ada investor untuk menarik perhatian. Dia memiliki badan yang bagus dan wajah yang cantik,” jelas Pak Satpam.
“Haha, Wulan akan jadi pelacurku nanti,” kata saya.
Pintu rumah diketuk oleh Pak Satpam.
“Kenapa, Pak?” Suara Bu Sandra terdengar.
“Ada tamu, Nyonya, yang ingin bertemu Nyonya,” ucap Pak Satpam lembut.
“Siapa, sih, Pak? Tidak ada kabar di HP saya,” Bu Sandra membuka pintu dengan nada sinis.
Bu Sandra memakai gaun muda dengan jilbab hitam. Dia memiliki payudara besar meskipun tertutup baju dan jilbab. Gaun pinknya sangat cocok di tubuhnya, membuat dirinya semakin seksi.
“Ini ada tamu, Nyonya, Tuan Eric,” kata Pak Satpam.
“Halo, Bu Sandra, saya Eric, karyawan Herdancop, perusahaan suami Ibu,” kata saya ramah.
“Ada urusan apa dengan saya?” tanya Bu Sandra ketus.
“Suami Ibu memecat saya, dan saya akan merusak keluarga Pak Herdan seperti Pak Herdan menghancurkan hidup saya,” kata saya dengan senyum sinis.
“Maksudmu apa?! Saya bisa laporkan polisi. Pak, keluarkan dia!” Bu Sandra menaikkan nada bicaranya.
“Pak, tolong pegang kedua tangan wanita seksi ini. Akan saya jadikan budak seks yang melayani saya,” pinta saya.
Pak Satpam segera mengikuti perintah saya dan memegang kedua tangan Bu Sandra erat. Bu Sandra kaget dan mencoba melepaskan diri.
“Kamu mau apa??? Pak, kenapa Bapak pegangin saya? Lepaskan! Lepaskan!” tanya Bu Sandra khawatir.
Pistol saya todongkan ke wajahnya.
“Kamu seksi banget, Sandra, kamu akan menjadi milikku,” kata saya sambil tertawa.
“Saya kasih apapun yang kamu mau asalkan pergi dari sini. Kamu pasti butuh uang, kan? Akan saya kasih,” Bu Sandra berkeringat, semakin panik.
“Diam, Sandra, kamu berkeringat tahu, tapi enggak apa-apa, sih, makin hot jadinya,” kata saya.
“Lepaskan, Pak, tolong,” ucap Bu Sandra yang tidak bisa bergerak sedikit pun.
“Saya bukan pengen uang, tapi pengen semua yang ada di hidup Pak Herdan. Saya akan rebut semua, termasuk kamu, Sandra, hahaha!” Saya menempelkan pistol ke kepalanya dan menembaknya.
Peluru melesat, dan wajahnya menjadi kosong. Saya melambaikan tangan, dia tidak merespons sama sekali.
“Hahaha, istrimu sudah saya hipnotis, Pak. Kamu akan merasakan penderitaan panjang mulai sekarang,” kata saya sambil meraba wajahnya dan payudaranya. Benar saja, payudaranya lebih besar dari tangan saya, dia sangat berisi dan seksi.
“Apakah saya sudah selesai, Tuan?” tanya Pak Satpam.
“Sudah, Pak, balik kerja lagi,” pinta saya. Pak Satpam melepaskan pegangannya dan langsung pergi. Saya tersenyum dan mulai meraba seluruh tubuhnya, termasuk memegang kemaluannya.
“Ayo, Sandra, masuk,” kata saya.
“Iya, Tuan.” Pintu ditutup, dan saya duduk di sofa yang bersih dan wangi. Interiornya mewah dan megah dengan lantai marmer. Sandra sangat beruntung memiliki suami kaya seperti Pak Herdan, namun kini nasib hidupnya akan berubah di tangan saya.
Seorang pembantu berusia tua datang ke sofa dengan ramah, dia tersenyum kepada Sandra.
“Nyonya, ada tamu, ya,” ucap pembantunya.
“Bu, maaf, saya lagi pengen nenangin dia, lagi pusing katanya. Saya psikolognya. Bawakan saja gelas kosong,” kata saya.
“Wah, oke, Mas.” Dia langsung segera ke dapur. Sebelum dia datang ke sofa lagi, saya meremas payudara Bu Sandra. Tak ada respons sama sekali.
Tak lama, segelas kosong datang, dan pembantu itu kembali ke dapur.
“Kamu sayang sama Pak Herdan?” tanyaku.
“Iya, Tuan, saya sayang suami saya. Dia pekerja keras dan sayang keluarga,” jawab Bu Sandra dengan wajah datar.
“Tapi kayaknya mulai sekarang kamu enggak boleh cinta lagi. Aku adalah tuanmu. Perintahku mutlak, dan itu akan berjalan dengan hatimu yang tunduk di depanku. Seluruh hidupmu diatur olehku, ya, Sandra,” jelasku.
“Baik, Tuan, saya berhenti mencintai suami saya.”
“Aku pengen kencing, tolong bukain celananya dong,” ucapku.
Sandra langsung membuka celanaku, memperlihatkan penisku yang sudah ereksi. Kuambil gelas kosong itu dan kuisi dengan air kencingku. Tidak ada setetes pun yang tumpah.
“Sandra, kamu minum air kencingku dan telan,” perintahku. Sandra melakukannya, menelan air kencingku.
“Saat aku menjentikkan jari, kau kembali normal, namun tubuhmu masih mengikutiku.” Aku menjentikkan jari.
“APAAAN INI?! AKU ENGGAK BISA GERAK! Kamu kok duduk di sini? Tolongg!” teriaknya, tapi aku cepat-cepat membekap mulutnya.
“Kamu jangan banyak bicara. Sekarang tubuhmu mutlak tunduk kepadaku. Diam!” Bibirnya tertutup rapat. Aku meraba payudaranya. Sandra menggelengkan kepalanya, karena hanya itu yang bisa dia gerakkan sendiri.
“Hmmmm hmmm,” Sandra mulai mengeluarkan air mata.
“Kamu pakai hijab habis dari mana, Sandra? Rapi amat. Coba deh gaunnya angkat, terus pahanya dilebarin,” pintaku.
Sandra menaikkan gaunnya, lalu melebarkan pahanya hingga celana dalam berwarna krem terpampang jelas. Aku meraba dan perlahan menggesek.
“Oh ya, Sandra, enak ya kalau nanti aku gantiin suami kamu terus kita jadi suami istri?” Aku meremas keras payudara Bu Sandra. Dia seperti menahan jeritan.
Aku menjentikkan jari, lalu melepaskan tanganku dari tubuhnya. Sandra mendekatiku dengan manja.
“Tuan, aku mau jadi istrimu. Kapan aku bisa ceraikan suamiku?” tanya Sandra dengan manja dan liar.
“Aku mau kamu ubah dulu harta suami kamu jadi milikmu, nanti dia enggak punya apa-apa.” Aku mencium bibirnya, dan dia membalasnya menggunakan lidah. Wanita yang kuperkirakan berumur 50-an masih mantap untuk urusan seks.
“Baik, Tuan, akan aku lakukan,” ucap Sandra sambil memegangku erat.
“Sandra, buka dong gaun dan jilbab kamu, perlihatkan bagaimana tubuh indah kamu,” pintaku.
Dia langsung membuka gaun dan jilbabnya. Terpampang rambut hitam panjang menghiasi kepalanya dan bra berwarna hitam. Tubuhnya mulus dan bersih. Perawatan mahal sepertinya.
“Ini, Tuan, tubuhku untukmu,” katanya.
“Seksi sekali kamu! Tadi kenapa tatapan sinis kepadaku? Tunduk dan cium kakiku,” kataku.
“Maafkan aku, Tuan, aku tidak bermaksud begitu, maafkan Sandra, Tuan.” Dia menundukkan kepala dan mulai mencium kakiku, dengan lidahnya dia menjilat jemariku yang bau kaki.
“Sandra, duduk di sampingku lalu kulum penisku,” pintaku. Sandra segera menaikkan tubuhnya dan duduk di sampingku, mulutnya mengarah ke penisku lalu segera mengulumnya. Aku melepas bra-nya kemudian aku menaruhnya di lantai. Aku melihat payudara Sandra besar dengan puting cokelat. Memang tidak bulat sempurna, namun aku sangat terangsang melihatnya. Penisku semakin tegang.
“HNMMMMMM ENAKKKK OHHHHH HMMMM PENISMU ENAK, TUAN!” Sandra sangat bergairah dan mengulum dengan agresif.
“Enak ini atau suami kamu?” tanyaku.
“ENAKKAN KAMU, TUAN! PENISMU LEBIH ENAK! SUAMI AKU PENISNYA KECIL AKU ENGGAK SUKA, AKU ENGGAK MAU NGULUM PENIS DIA LAGI, AKU CUMAN MAU PENISMU, TUAN!” Sandra semakin liar. Seorang perempuan yang kuketahui anggun dan berwibawa sekarang terlihat seperti pelacur murahan.
“Sandra, kamu mengulumnya enak banget, aku suka.” Aku menekan kepalanya sampai terdengar suara tenggorokan. Dia melepas kulumannya hingga lendir memenuhi mulutnya.
“OUGHHHHH TERIMA KASIH, TUAN! AKU AKAN MELAYANI PENISMU DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH!” kata Sandra.
“Kulum lagi, Sandra, belum keluar spermanya,” ucapku.
“AHHHHHH HMMMMM ENAK BANGETTT MENGULUM PENISSS TUANNN!” Dia terus mengulum.
Aku cukup kaget karena ternyata pembantu itu melihatku dengan Sandra dari tadi.
“Nyonya… kenapa Nyonya mengulum punya cowok lain?” ucap sang pembantu.
“Kamu tahu, Bu, ini sedang dalam proses jati diri Sandra. Yang kamu tahu tentang Sandra cuman wanita berwibawa. Kamu enggak tahu kalau Sandra gila seks dan terobsesi menjadi pelacur sejak dulu,” aku mengarang cerita ini sambil mengelus kepala Sandra.
“Tapi Nyonya enggak pernah begini sebelumnya, Nyonya hentikan!” ucap pembantu yang sedikit panik.
“Sandra, marahin dia dong, si tua itu berisik banget,” ucapku berbisik ke Sandra.
“Eh, Mbok Umi, jangan sok ikut campur urusan saya. Mau saya kulum penis cowok lain, kulum Pak Satpam, atau kulum siapapun bukan urusan kamu. Sekarang kamu pergi ke dapur, dan kalau kamu bilang ke Pak Herdan, akan saya pecat kamu!” ketus Sandra dengan tatapan sinis.
“Maaf, Nyonya.” Mbok Umi kembali ke dapur.
“Sandra, pintar sekali marahnya,” pujiku
“Iya, Tuan, apapun akan kulakukan untukmu,” ucap Sandra sambil mengulum penisku.
Tak lama, spermaku keluar di dalam mulut Sandra. Dia menelan, lalu tersenyum, menjilati buah zakarku dan mencium penisku.
“Sekarang berdiri dan menari telanjang di depanku.” Sandra mengikuti arahanku. Dia berdiri dengan seksi, menari seperti penari tiang. Pantatnya dilengkungkan dan lidahnya menjulur dari mulutnya. Sandra menggodaku dengan mendekatkan payudaranya ke wajahku.
“Tuan mau apa lagi dariku? Aku rela menukar apapun untuk membuatmu senang,” ucapnya manja.
“Sandra, aku mau kamu transfer ke rekeningku satu juta setiap hari. Kamu ‘kan orang kaya, mana mungkin habis, aku mau kuras harta suami kamu,” ucapku.
“Baik, Tuan, aku bakal kirim sejuta setiap hari ke rekeningmu. Biarkan harta suamiku habis olehmu, Tuan,” Sandra tersenyum manja.
“Sandra, datanglah kepadaku dan masukkan penisku ke vaginamu.” perintahku. Sandra memegang bahuku lalu mencium bibirku.
Kami berciuman mesra sambil aku mencubit puting susunya. Sandra memegang penisku dan mencoba memasukkannya ke vaginanya yang bersih dari bulu. Aku menjentikkan jari.
“Apaan ini?! HEI! HENTIKAN! Kamu kenapa suruh saya megang penis kamu?!” Sandra marah padaku.
“Masukkan, Sandra,” ucapku sambil memegang payudaranya dan mulai menjilatinya.
“Hmmmmm mrpphhhhh tolongggg hentikan, ahhhhhh ahhhhhhh ahhhhhhhhhhhhhh tooloooonggg hentiiii ahhhh,” penisku masuk ke vaginanya lalu kudorong dengan kencang. Dia tidak mampu berbicara lancar karena sedang merasakan sakit dan kenikmatan secara bersamaan.
“Gimana, Sandra, enak?” Aku meremas keras payudaranya.
“HENTIKANNN TOLONGGG, SAKITT AHHHH AHHH AHHH!” Desahannya semakin kuat. Aku harap Wulan tidak mendengar desahan ibunya.
Aku menjentikkan jari lalu Sandra segera menjilati tubuhku.
“Sandra, kita selingkuh, yuk,” ajakku sambil memegang pipinya.
“Oke, Tuan,” ucap Sandra sambil tersenyum.
“Sekarang panggilannya sayang, ya. Aku mau nanti malam kamu pap tete ke aku terus videoin kamu lagi colmek di sebelah suami kamu,” kataku.
“Iya, Sayang,” dia menggoyangkan pinggulnya.
“Aku rusak, ya, vaginamu, aku tusuk lebih dalam, ya, Sayang,” kataku sambil menampar pipinya.
“ENTOTTT AJAAA AHHHH SAYANGGG, HANCURKANNNN VAGINA AKUUU AHHHHHH PAKE PENISMUUUUUU, HANCURINNNN SAYANGGG AHHH AHHH AKU DAH GAK PEDULI SIAPAPUN!” desah Sandra.
“Kamu suka aku tampar? Suka enggak?!” Aku menampar pipinya lebih keras lalu aku mencubit payudaranya.
“SUKA, SAYANGKUUU, TAMPAR SAJAA!” kata Sandra.
“Bagaimana kalau suami kamu tahu kamu bercinta dengan karyawannya yang dipecat?” tanyaku sambil mendorong pantatnya agar penisku lebih bisa bergerak bebas di vaginanya.
“AKU GAK PEDULI, SAYANGGGG, AKU CUMAN PEDULI SAMAAA KAMUU AHHHHH, MAU DIA CERAIKAN AKU, AKU BAKAL KURAS HARTANYA JADI DIA YANG AKAN KELUAR DARI RUMAH INI DAN KITA AKAN MENIKAH, SAYANG AHHH AHHH ENAK BANGET SAYANGKUU AHHHHH AHH,” terang Sandra dengan ekspresi wajahnya yang kesenangan.
Setelah beberapa saat, spermaku keluar di dalam vagina. Terasa hangat dan nikmat, Sandra memelukku dan mencium telingaku, dia menjilat leherku.
“Sayang, kamu manja banget,” aku mengelus kepalanya.
“Iya, Sayang, sama kamu aku jadi wanita sepenuhnya.” Padahal dia dihipnotis olehku, dia merasa bangga menjadi wanita murahan dan memberikan tubuh telanjangnya ke cowok lain.
“Aku gesek, ya, vaginamu.” Sandra mengeluarkan penisku dan duduk di sampingku, lalu kami berciuman mesra lagi.
“Iya, Sayang, gesek aja vaginaku, toh punya kamu, kok,” kata Sandra.
Kedua jariku mulai masuk dan memutar di bagian dalam vaginanya. Dia menahan desahannya dan lanjut mencium bibirku. Tangan yang tidak menggesek kugunakan untuk meremas payudaranya. Sangat kenyal dan sangat enak meskipun tanganku tidak sepenuhnya memegang.
“Enak enggak, Sayang, gesekan aku?” kataku.
“ENAK, SAYANG AHHH GESEK TERUSS, MASUKIN TERUS SAYANGG PLISSS AHHH OHHHOUGHHH MASUKKINNNN SAYANGKU!” mohon Sandra yang mulutnya terbuka, aku meludah banyak di dalam mulutnya.
Gesekan semakin cepat dan vaginanya mulai memuncratkan air. Muncrat seperti air mancur, membasahi lantai marmer.
“Keluar juga kamu, Sayang,” aku mencium pipinya.
“Iya, Sayang, aku suka gesekan kamu, plis lakuin lagi,” Sandra memohon lagi tanpa ampun.
“Aku mau minta nomormu dong, Sayang, sekalian aku nanti kasih rekening,” pintaku yang langsung diberikan ponselnya kepadaku.
Wallpaper-nya dirinya di depan Menara Eiffel. Kusuruh ganti dengan tulisan “Without Sex, No Happy”.
“Ih lucunya kamu, wallpaper aku ini,” ucap Sandra dengan tersenyum.
“Sayang, nanti malam pap tete kamu, ya, sambil colmek di sebelah suami kamu yang lagi tidur terus bayangin aku, ya,” aku mengelus vaginanya yang lengket dan basah.
“Iya, Sayangku.” Sandra menyandarkan kepalanya ke bahuku.
“Oh ya, Dinda pulang kapan, Sayang?” tanyaku.
“Oh, dia pulang sorean. Sekarang sih jam 1-an jadi harusnya aman,” ucap Sandra setelah melihat jam di ponsel.
“Sayang, suruh Mbok Umi beresin deh,” kataku dengan lembut.
“MBOK! SINI, MBOK! BERSIHIN LANTAI MARMER AKU!” kata Sandra dengan ketus.
Mbok itu datang dengan perasaan takut. Dia tidak berani memandang nyonyanya.
“Bagaimana, Mbok? Sandra kalau telanjang seksi enggak?” tanyaku dengan tengil.
“Cantik, Mas. Nyonya Sandra sangat cantik tubuhnya,” kata Mbok yang hanya menurut saja.
“Mbok, penis Eric lebih gahar daripada suami saya, tahu, hahaha,” terang Sandra sambil meraba penisku.
“Bisa aja kamu, Sayang,” kataku sambil menciumnya.
“Aku kulum lagi, ya, penis kamu, Sayang.” Dia menjilati penisku dengan semangat.
“Nyonya, ini bau pesing sekali,” Mbok Uti menahan bau pesing Sandra dengan menutup hidungnya.
“TERUS KENAPA KALAU AIR KENCING SAYA?! KAMU SAYA GAJI UNTUK IKUTI PERINTAH SAYA!” ucap Sandra lalu melanjutkan lagi kulumnya.
“Maaf, Nyonya, kalau buat Nyonya marah.” Mbok Uti membersihkan hingga lantai marmer kembali wangi.
“SLURRRPPP KAMU SELALU ENAKK, SAYANGGG PENISNYAAA AHHHHH SLURPPPP HMMMMM,” Sandra tidak malu melakukan hal itu di depan pembantunya. Sikap elegannya sudah runtuh dalam beberapa waktu saja.
Penisku mengeluarkan sperma. Dia menelan semua spermaku dan membersihkan sisanya dengan lidah. Saat agak mengering, aku menutup celanaku.
Aku izin pergi kepada Sandra. Dia seperti mau menangis memeluk diriku agar tidak lepas. Namun aku harus melakukan tindakan ini pelan-pelan. Rasa sakit yang terburu-buru hanya membuat luka sebentar. Aku ingin luka lama.
Sandra melambaikan tangan di depan pintu dengan tubuhnya yang masih telanjang. Aku pergi ketika Gojek datang.
“Selamat jalan, Tuan Eric,” ramah Pak Satpam.