Ketika Kost di Yogya – Kumpulan Cerita Dewasa BOKEP CERITA

Coba link preload luar biasa untuk halaman web kami! 🚀
– Cek pendapatan di https://pupr.cirebonkab.go.id/pendapatan/ 📊
– Telusuri solusi teknis di https://pupr.cirebonkab.go.id/teknologi/ 💡
– Ambil LAKIP di https://pupr.cirebonkab.go.id/lakip/ 📑
#PUPR #Cirebon #Informasi Terbaru

Aku tiba di Yogyakarta untuk pertama kalinya pada awal Februari. Kota ini, dengan suasana khasnya yang hangat dan ramai, menyambutku sebagai mahasiswa baru. Hujan ringan sering mengguyur, membuat jalan-jalan di sekitar kampus sedikit becek.

Saat mencari kontrakan yang akhirnya kutinggali, aku hanya tahu bahwa pemiliknya adalah seorang ibu muda yang cantik. Namanya Mbak Sari. Waktu itu, dia mengantarku melihat kondisi kontrakan sederhana di daerah Kotagede.

Setelah menandatangani kontrak sewa, aku tak pernah bertemu lagi dengannya hingga akhir Maret. Meski rumah Mbak Sari hanya berada di sebelah kontrakanku, kesibukanku di kampus bikin aku selalu pulang malam. Lagi pula, di musim hujan seperti ini, pintu dan jendela rumahnya sering tertutup rapat, khas rumah-rumah di sini saat musim hujan.

Pembayaran sewa kontrakan kulakukan lewat transfer bank ke rekening Mbak Sari. Dari situ aku hafal namanya: Sari Wulandari.

Mbak Sari ternyata benar-benar menarik perhatian. Aku baru menyadarinya di akhir April, tepatnya hari Jumat, 30 April. Hari itu, aku lupa transfer sewa kontrakan karena kesibukan tugas kuliah. Kalau menunggu hari Senin, sudah tanggal 3 Mei, padahal sesuai perjanjian, sewa bulan berikutnya harus dibayar paling lambat di hari terakhir bulan sebelumnya.

Aku memutuskan datang langsung ke rumah Mbak Sari. Ketika dia membukakan pintu, aku menjelaskan kenapa aku belum bayar sewa lewat bank. Dengan ramah, dia bilang itu bukan masalah. “Mau transfer atau bayar langsung, sama saja kok,” katanya santai. Katanya, kebanyakan penyewa lebih suka transfer biar praktis, apalagi di zaman serba online ini.

Saat itu, aku benar-benar terpana melihat Mbak Sari. Tingginya sekitar 165 cm, rambutnya lurus sebahu, wajahnya cerah dengan kulit mulus khas perempuan Jawa. Dia pakai celana jeans ketat dan kaus sederhana, tapi lekuk tubuhnya terlihat jelas. Pinggangnya ramping, mungkin lingkarnya sekitar 60 cm. Pinggulnya proporsional, dan dadanya, yah, cukup menonjol, mungkin ukuran bra-nya sekitar 36. Aku cuma bisa membayangkan betapa menariknya dia, apalagi saat dia membelakangiku untuk mengambil sesuatu. Tapi tenang, aku masih jomblo, dan meskipun suka nonton video dewasa dan sesekali “mengurus diri sendiri,” aku belum pernah pacaran serius, apalagi sampai ke tahap yang lebih jauh.

Sejak tahu sewa bisa dibayar langsung, aku putuskan untuk nggak transfer lagi. Alasannya? Selain hemat biaya admin bank, aku bisa sekalian lihat wajah cantik dan senyum manis Mbak Sari. Lagipula, di bulan Mei, cuaca di Yogya sudah mulai cerah. Mbak Sari sering terlihat di halaman rumahnya pada akhir pekan, merapikan tanaman atau menyapu. Aku suka memperhatikan gerak-geriknya dari jendela kontrakan, apalagi kalau dia sedang membelakangi jendelaku.

Lama-lama, aku tahu sedikit tentang keluarganya. Mbak Sari berumur 30 tahun, punya dua anak perempuan, yang pertama 7 tahun, yang kedua 5 tahun. Suaminya kerja di Jakarta, biasanya pulang akhir pekan, tiba di rumah Sabtu pagi dan balik lagi Minggu malam.

Di hari terakhir bulan Mei, hari Senin, aku berniat bayar sewa langsung di sore hari. Aku pulang dari kampus lebih awal, sekitar jam 5 sore. Setelah naruh tas, aku langsung ke rumah Mbak Sari dan mengetuk pintunya. Tidak ada jawaban. Aku pencet bel di samping pintu, menunggu sekitar semenit, tapi tetap sepi. Mungkin Mbak Sari dan anak-anaknya sedang ke minimarket atau ke mana gitu.

Akhirnya, aku balik ke kontrakan, mandi, dan menonton TV. Entah kenapa, aku ketiduran di depan TV. Bangun-bangun sudah jam setengah delapan malam. Dari jendela, kulihat lampu rumah Mbak Sari sudah menyala. Berarti mereka sudah pulang. Aku ambil amplop berisi uang sewa dan melangkah ke rumahnya. Kupencet bel sambil bilang, “Permisi, Mbak Sari.”

Sejenak hening, lalu terdengar suara lembut dari dalam, “Iya, sebentar ya.”

Terdengar suara langkah mendekati pintu dari dalam rumah. Lalu pintu terbuka. Aku langsung terpana. Di depanku berdiri Mbak Sari, hanya mengenakan daster pendek dari bahan tipis yang panjangnya cuma 15 cm di atas lutut. Paha dan betisnya yang mulus terlihat jelas, putih dan padat. Kulitnya tampak halus, dihiasi rambut-rambut halus yang nyaris tak terlihat. Pinggulnya melebar dengan indah, dan pinggangnya ramping.

Daster itu belum sempurna diikat, sehingga belahan dadanya yang penuh sedikit tersingkap, memperlihatkan lekuk payudara yang montok. Lehernya jenjang, dengan beberapa helai rambut lurus tergerai di atasnya. Bau sabun mandi yang segar memancar dari tubuhnya, seolah dia baru saja selesai mandi. Tanpa sadar, sebagai cowok normal, aku merasa “reaksi” di celana.

“Eh… Mas Budi? Kirain tadi adikku,” sapanya, agak kaget, menyadari pakaiannya yang seadanya.

Untuk selanjutnya, percakapan kami kutulis dalam bahasa yang lebih santai, biar lebih enak dibaca.

“Mbak Sari, maaf… saya mau bayar sewa kontrakan,” kataku, mencoba menahan grogi.

“Oh, iya… masuk dulu, Mas. Duduk di ruang tamu, tunggu sebentar ya,” jawabnya ramah.

Aku mengikuti langkahnya ke ruang tamu. Dari belakang, kulihat pinggulnya yang penuh bergerak lembut mengikuti langkah kakinya. Gila, rasanya pengen banget memeluk tubuh itu dari belakang, nempel erat, dan… ya Tuhan, pikiranku mulai liar. Aku duduk di sofa sederhana, sementara Mbak Sari naik ke lantai dua. Kerennya, betis mulusnya yang terlihat saat menaiki tangga bikin mataku nggak bisa kedip.

Empat menit kemudian, dia turun dengan daster yang berbeda, kali ini daster tidur berbahan satin yang licin dan sedikit mengilap. “Mau minum apa, Mas? Kopi, teh, atau ada es jeruk di kulkas?” tanyanya.

“Teh aja, Mbak,” jawabku. Aku memang nggak suka minuman beralkohol, bukan karena apa, cuma takut ketagihan.

Mbak Sari membawa nampan dengan teko teh dan cangkir untukku. Untuk dirinya sendiri, dia ambil segelas besar jus jeruk dari kulkas. Aku menikmati teh hangat, sementara dia menyeruput jusnya.

“Kok sepi, Mbak? Anak-anak sudah tidur?” tanyaku.

“Mereka lagi main di rumah adikku. Tadi pergi bareng aku, tapi aku pulang duluan karena harus ke warung beli sayur sama buah. Mungkin bentar lagi mereka balik, diantar adikku,” jawabnya.

“Oh, pantes tadi aku ke sini nggak ada orang,” kataku.

“Mas Budi asalnya dari mana? Jakarta? Bandung?”

“Bali, Mbak.”

“Bali?” matanya berbinar. “Wah, pulau yang indah banget. Aku belum pernah ke sana, tapi pengen banget. Aku punya brosur tentang Bali, lho.”

Dia bangkit, mengambil brosur dari rak buku. Saat membelakangiku, mataku nggak bisa lepas dari lekuk tubuhnya yang dibalut daster satin itu. Pinggang ramping, pinggul penuh, dan paha putih mulus yang sedikit tersingkap bikin imajinasiku makin liar.

Mbak Sari kembali dan membuka brosur di meja tamu, bertanya ini-itu tentang gambar di dalamnya sambil sesekali menyeruput jus. Bau jeruk segar tercium dari napasnya. Dia sudah menghabiskan dua gelas besar, dan entah kenapa, omongannya mulai sedikit nggak fokus, mungkin karena kecapekan.

Aku memanfaatkan momen ini untuk menatap wajahnya lebih dekat. Daster yang dia pakai sedikit longgar di bagian dada, dan saat dia agak membungkuk, belahan dadanya yang penuh terlihat jelas. Aku cuma bisa menelan ludah.

Tiba-tiba, telepon berdering. Mbak Sari bangkit untuk mengangkatnya, jalannya agak goyah, mungkin karena capek. “Duh,” gumamku dalam hati, kesal karena dering telepon itu mengacauku.

Setelah bicara sebentar, dia kembali. “Anak-anak nggak pulang malam ini, katanya betah di rumah adikku. Besok diantar langsung ke sekolah,” jelasnya.

Dia menuang jus lagi ke gelasnya, yang ketiga. Aku cuma geleng-geleng kepala dalam hati, kuat juga minum jus segitu banyak. “Mas Budi sudah nikah?” tanyanya tiba-tiba.

“Belum, Mbak,” jawabku.

“Punya pacar?”

“Ada, Mbak. Masih kuliah di Bali.”

“Wah, enak ya masa pacaran. Nikmati aja. Eh, pacarnya mainnya gimana?” tanyanya, nadanya mulai santai banget.

“Main? Maksudnya apa, Mbak?” aku pura-pura nggak paham.

“Iya, main cinta, gitu,” katanya sambil terkekeh.

“Aku belum pernah, Mbak. Pacarku juga tipe yang nggak mau macem-macem sebelum nikah. Di Bali, banyak cewek yang masih menjaga diri.”

Mbak Sari tertawa kecil. Tawanya entah kenapa bikin aku merinding. “Di sini beda, Mas. Banyak anak muda yang umur 17-18 udah biasa main sama pacarnya. Kalau belum, malah dikira kuper.”

“Oh, gitu ya? Baru tahu aku,” kataku, sedikit kaget.

“Jadi, Mas Budi masih ‘perjaka’ dong?” tanyanya sambil nyengir.

“Entah perjaka atau bukan, tapi aku memang belum pernah. Cuma, ya, sejak SMP aku suka… ehm, ngurus diri sendiri,” kataku, agak malu.

Dia tertawa lagi, dan tawanya bikin aku pengen membuktikan sesuatu. Bibirnya yang merah alami itu seolah menantang. Rasanya pengen banget aku cium, apalagi lihat dadanya yang tersembul dari daster longgar itu.

“Kenapa nggak coba cari pacar di sini? Mas Budi ganteng, tinggi, pasti banyak cewek Yogya yang naksir. Sayang kalau masa muda nggak dinikmati,” katanya, nadanya semakin santai, mungkin karena capek atau jus yang kebanyakan.

Aku cuma nyengir, nggak tahu harus jawab apa. Omongannya makin nggak karuan, tapi aku malah senang, soalnya aku bisa terus menatap wajah dan tubuhnya tanpa takut ketahuan. Matanya yang sipit dan bibirnya yang ranum bikin aku nggak fokus.

“Oh ya, Mas, hampir lupa! Bentar, aku ambil kuitansi buat sewa kontrakan,” katanya tiba-tiba.

Dia meneguk jus lagi, lalu mencoba berdiri. Tapi, entah karena capek atau apa, dia oleng dan hampir jatuh. Aku buru-buru berdiri mau nolong, tapi dia melambai, “Nggak apa-apa, Mas, aku baik-baik aja.”

Dia berusaha jalan ke rak buku, tapi baru dua langkah, brukk! Dia tersandung dan jatuh. Untung tangannya sempat menahan, jadi nggak terlalu keras. “Aduh!” dia meringis, memegang betisnya yang kena bentur.

Aku langsung menghampiri, mengangkat pinggul dan punggungnya, lalu membopongnya ke karpet tebal di ruang tamu. Kuletakkan kepalanya di bantal sofa. Bau sabun mandi dari tubuhnya makin kuat. Dasternya tersingkap lebih lebar, memperlihatkan dadanya yang… ya Tuhan, montok banget, tanpa bra, dan putingnya samar-samar terlihat.

“Aduh, sakit…” katanya, mencoba meraih betisnya yang memar, tapi gerakannya lelet karena capek. Aku buru-buru bilang, “Mbak, boleh aku bantu?” lalu kuraba betisnya yang memar, mengurut pelan.

“Aduh… iya, di situ… pelan-pelan, Mas… enak…” katanya, suaranya melemah. Lama-lama, matanya terpejam, napasnya teratur, dan bau jus jeruk bercampur sabun tercium dari napasnya. Dia ketiduran, mungkin capek banget.

Aku bingung. Pijatan di betisnya kuhentikan pelan. Aku ambil uang sewa dari saku, kutaruh di meja tamu, tapi kuitansinya? Aku pandangi Mbak Sari yang tertidur. Wajahnya cantik banget, lehernya jenjang, dadanya naik-turun seiring napas, dan daster satinya nggak bisa nutupin lekuk tubuhnya yang aduhai. Celana dalamnya samar-samar kelihatan, bikin pikiranku makin nggak karuan.

Aku tahu temen-temenku di Yogya bilang kalau orang ketiduran karena kecapekan biasanya pulas sejam-dua jam. Apa Mbak Sari juga gitu? Berani nggak aku ngapa-ngapain? Pikiranku berantakan antara nafsu dan akal sehat.

Hasratku semakin memuncak. Dengan hati-hati, kuelus betis mulus Mbak Sari, mencoba memastikan dia benar-benar tertidur pulas. Ternyata, dia nggak bergerak sama sekali.

Keberanianku bertambah. Perlahan, kusingkap bagian bawah daster satinya sampai ke perut. Paha putih mulusnya kini terpampang di depanku, menggoda banget. Kuelus paha itu dengan lembut sambil terus memperhatikan wajah Mbak Sari. Dia masih tertidur lelap. Jari-jariku menyentuh bagian celana dalamnya yang tipis, tepat di area yang memperlihatkan bentuk intimnya. Tiba-tiba, jari-jari tangannya bergerak sedikit, seperti tersentak. Aku kaget dan langsung berhenti, takut dia bangun.

Tapi setelah beberapa detik, dia tetap nggak sadar. Keberanianku muncul lagi. Kini, kuciumi paha mulus itu, kiri dan kanan bergantian, sambil tanganku mengelus dan meremas pelan. Entah kenapa, kedua pahanya sedikit terbuka, tapi Mbak Sari tetap tertidur pulas. Aroma sabun mandi dari tubuhnya bikin aku semakin nggak tahan.

“Duh, dia beneran pules banget. Lagi nggak sadar. Aku takut buat apa?” pikirku dalam hati.

Aku berjalan ke pintu depan dan menguncinya dari dalam, biar aman kalau ada yang tiba-tiba datang. Lalu, aku melepas celana dalamku, melipatnya, dan memasukkannya ke saku celana pendekku. Celana pendekku longgar, bahannya tipis, jadi tanpa celana dalam, “anu”ku bisa bebas bergerak dari lubang kaki celananya yang lebar.

Kembali ke Mbak Sari yang masih tertidur, kuciumi lagi paha dan betisnya yang harum. Setelah beberapa saat, aku mengeluarkan “anu”ku dari lubang celana pendek. Sudah tegang banget. Kutempelkan ke paha mulusnya, dan rasa hangat dari kulitnya langsung terasa.

Aku semakin nekat. Perlahan, kulepaskan ikatan daster Mbak Sari dan kusingkap ke samping. Tubuh mulusnya kini terlihat jelas tanpa penghalang. Payudaranya yang montok, pinggangnya yang ramping, dan pinggulnya yang penuh bikin nafsuku makin menggelegar.

Aku mulai mencium payudara Mbak Sari dengan lembut. Hidungku menghirup aroma harum dari dadanya, sesekali bibirku mengecup dan lidahku menjilat pelan. Lalu, puting kanannya kulahap ke dalam mulutku. Tubuhnya sedikit tersentak saat kugigit pelan dengan lidah dan gigiku, tapi dia tetap nggak bangun. Aku kaget sebentar, tapi lanjut lagi, menyedot putingnya perlahan, dari pelan sampai agak kuat.

Aku memperluas area yang kusedot, termasuk bagian cokelat di sekitar putingnya. Kedua payudaranya kini kugumuli bergantian dengan bibir dan lidahku. “Anu”ku makin tegang. Sambil terus menggumuli dadanya, aku menggesek-gesekkan “anu”ku ke paha mulusnya. Rasa nikmat yang luar biasa mengalir dari ujung “anu”ku ke seluruh tubuh.

Wajahku kubenamkan di antara kedua payudaranya, lalu perlahan turun ke bawah. Kugesekkan wajahku di lekuk antara payudara dan perutnya, mencium dan menjilat kiri-kanan bergantian. Aroma tubuhnya kuhirup rakus, nggak mau ada bagian yang terlewat. Bibir dan lidahku beralih ke perut dan pinggangnya, sementara “anu”ku kugesekkan ke betisnya.

Dengan nafsu yang membara, kupeluk pinggulnya pelan-pelan. Kecupanku beralih ke celana dalam tipis yang membungkus pinggulnya. Kujilati bagian perut yang bertemu dengan celana dalam itu, lalu ke pangkal paha. Aku bahkan menjilat rambut-rambut halus yang keluar dari sela celana dalamnya. Setelah puas, aku menghentikan ciuman di area itu.

Aku berdiri di atas lutut, mengangkangi tubuh Mbak Sari yang tergeletak menggoda. “Anu”ku yang tegang kutempelkan ke kulit payudaranya, menggesek-gesekkan pelan. Rasa geli dan nikmat langsung menjalar. Setelah beberapa menit, nafsuku makin mengalahkan rasa takut. Aku melepas celana pendekku sepenuhnya. “Anu”ku kini berdiri tegak, bebas.

Kuraih kedua payudara Mbak Sari, berdiri di atas lutut dengan posisi agak membungkuk. Perlahan, kugesekkan “anu”ku maju-mundur di sela payudaranya. Kekenyalan payudaranya terasa memijat, bikin aku merinding nikmat. Saat maju, ujung “anu”ku hampir menyentuh lehernya yang jenjang. Saat mundur, ujungnya tersembunyi di sela payudaranya.

Bibir Mbak Sari mulai mengeluarkan desahan pelan, “Ah… hhh…” Mungkin meski tertidur, dia merasakan sensasi dari remasan tanganku dan gesekan “anu”ku. Sedikit cairan mulai keluar dari ujung “anu”ku, membasahi sela payudaranya. Gerakan maju-mundurku membuat cairan itu tersebar rata di sela dadanya.

“Duh… gila… enak banget…” gumamku, nggak kuasa menahan nikmatnya.

Napas Mbak Sari mulai nggak teratur. Desahan pelan keluar dari bibir dan hidungnya, “Ngh… hhh… eh…” Desahannya bikin nafsuku makin liar. Gesekan “anu”ku di sela payudaranya kupercepat. Rasanya semakin tegang, pembuluh darah di “anu”ku berdenyut, menambah sensasi hangat yang luar biasa.

“Gila… enak banget… duh… hhh…” eranganku nggak bisa kutahan. “Enak banget, Mbak Sari… duh… rasa cewek Yogya ini luar biasa… hhh… enaknya payudara… mulusnya kulit… hangatnya… gila, enak banget…”

Aku mempercepat gerakan maju-mundur “anu”ku di sela payudara Mbak Sari. Rasa nikmat yang luar biasa mengalir dari “anu”ku ke seluruh tubuh. Kulihat wajah Mbak Sari. Meski tertidur pulas, alis matanya yang lentik bergerak naik-turun seiring desahan pelan dari bibir sensualnya, mungkin akibat tekanan dan remasan tanganku di payudaranya.

Aku melepaskan payudara kanannya dari tanganku. Tangan kananku lalu memegang “anu”ku, menggesekkan ujungnya dengan gerakan memutar di kulit payudaranya yang mulus. Sambil jari-jari tangan kiriku terus meremas payudara kirinya, aku memutar “anu”ku perlahan ke arah bawah.

Keberanianku makin membuncah. Kedua tanganku kini melepas celana dalam tipisnya. Pinggulnya yang penuh dan indah kini terbuka tanpa penghalang. Kulit perutnya yang tadinya tertutup celana dalam terlihat jelas, putih, licin, dan mulus banget. Di bawah perutnya, bulu-bulu hitam lebat menutupi area intimnya.

Aku mengatur posisi supaya “anu”ku bisa dengan mudah mencapai area intim Mbak Sari. Dengan tangan kanan memegang “anu”ku, aku gesekkan ujungnya ke bulu-bulu di sekitar area itu. Rasa geli langsung menjalar. Lalu, ujung “anu”ku menyusuri bulu-bulu itu menuju ke bagian lebih dalam. Kugesekkan ke sekeliling bibir area intimnya. Rasanya nikmat banget. Lalu, aku gesekkan sedikit lebih dalam, sampai menyentuh bagian yang lebih sensitif. Area itu mulai terasa basah.

Aku getarkan “anu”ku perlahan sambil terus masuk lebih dalam. Kini, ujung “anu”ku benar-benar terbenam di area itu. Desahan pelan keluar lagi dari mulut Mbak Sari, tanda dia merasakan sesuatu meski tertidur.

“Anu”ku semakin tegang. Area intimnya terasa semakin basah. Perlahan, aku dorong lebih dalam. Sekarang, tinggal separuh “anu”ku yang masih di luar. Aku berhenti sejenak, memastikan Mbak Sari nggak bangun. Setelah yakin dia masih pulas, aku lanjutkan memasukkan “anu”ku perlahan.

Aku diam sejenak, memperhatikan wajahnya. Ekspresinya tetap rileks, tanda dia nggak sadar. Lalu, aku mulai gerakkan “anu”ku keluar-masuk dengan pelan. Saat keluar, hanya ujungnya yang tersisa di dalam. Saat masuk, seluruh “anu”ku terbenam sampai pangkal. Rasa hangat dan nikmat luar biasa terasa memijat “anu”ku. Aku menikmati sensasi ini, terus menggerakkan “anu”ku dengan pelan agar dia nggak bangun.

Alis matanya sedikit terangkat setiap kali “anu”ku masuk. Aku terus mempertahankan ritme pelan itu selama enam menit. Tapi, lama-lama aku pengen gerakan yang lebih cepat untuk mencapai puncak. Kalau terlalu kencang, takutnya dia bangun. Jadi, aku masukkan lagi “anu”ku sepenuhnya, mengocok pelan sambil menikmati kehangatan dan jepitan area intimnya.

Dua menit kemudian, aku tarik “anu”ku, tapi nggak sepenuhnya—ujungnya masih di dalam. Lalu, aku kocok batang “anu”ku dengan tangan kanan dengan cepat. Getaran kecil tapi cepat dari ujung “anu”ku menggelitik area intimnya. Meski tertidur, Mbak Sari mendesah pelan, “Ssh… ssh… ah… hhh…” seolah merasakan sensasi itu.

Tiga menit kemudian, aku masukkan lagi “anu”ku sepenuhnya dan kocok pelan selama empat menit. Tapi aku nggak puas. Aku percepat gerakan keluar-masuk, tetap hati-hati biar nggak terlalu keras. Rasa nikmat menjalar di seluruh “anu”ku, bikin aku nggak bisa nahan erangan.

“Duh… gila… enak banget… Mbak Sari… area intimmu luar biasa…” gumamku pelan.

Empat menit kemudian, rasa gatal-gatal enak mulai terasa. Puncaknya sudah dekat. Aku nggak mau “selesai” di dalam, takut dia tahu nanti, apalagi kalau sampai ada konsekuensi serius. Aku tarik “anu”ku, berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhnya, dan arahkan “anu”ku ke payudaranya.

Kuraih lagi kedua payudaranya untuk menjepit “anu”ku yang sudah tegang banget. Aku agak membungkuk supaya jepitannya pas. “Gila… Mbak Sari… enak banget… payudaramu kenyal… montok… mulus… duh, nikmatnya…” erangku nggak tertahan.

Mbak Sari, meski tertidur, mendesah pelan, “Ssh… ssh…” Alisnya bergerak naik-turun. Aku percepat gerakan “anu”ku, menekan payudaranya lebih kuat. Rasa hangat dan nikmat makin intens. Karena basah, ujung “anu”ku mengilap saat muncul dari sela payudaranya.

Tiga menit kemudian, rasa gatal dan nikmat mencapai puncak. Aku tahan sekuat tenaga sambil mengocok “anu”ku cepat di sela payudaranya. “Mbak Sari…!” pekikku pelan. Mataku membelalak.

Akhirnya, aku nggak tahan. Cairan keluar dengan deras. Crott! Crott! Crott! Crott! Empat kali semprotan kuat, sampai mengenai dagunya. Cairannya putih dan kental, mengalir dari dagu ke lehernya yang mulus. Tiga semprotan lemah menyusul. Cret! Cret! Cret! Yang terakhir cuma sampai sela payudaranya.

Aku diam sejenak, menikmati sisa-sisa kenikmatan. “Gila… Mbak Sari, tubuhmu luar biasa…” gumamku. Ini pertama kalinya aku ngerasain kenikmatan sehebat ini, jauh lebih enak dari sekadar “ngurus diri sendiri” depan video.

Setelah nafsuku reda, “anu”ku mengecil. Aku lepaskan payudaranya dan lihat kontrasnya warna cokelat “anu”ku dengan kulit putih mulus payudaranya. Aku masih nggak puas memandangi tubuhnya yang indah, dari pinggang ramping sampai pinggul penuh dan area intimnya yang dikelilingi bulu lebat. Kubayangkan betapa enaknya kalau bisa “main” sama dia dalam kondisi sadar.

Tiba-tiba, Mbak Sari menggeliat. “Engh…” Aku kaget dan buru-buru sembunyi di balik meja tamu. Tapi, dia cuma bergoyang sedikit dan tidur lagi dengan napas teratur.

Aku cepat-cepat ambil tisu di meja, mengelap “anu”ku, lalu pakai celana pendekku. Celana dalamku biar tetap di saku. Lalu, aku ambil beberapa lembar tisu lagi untuk mengelap cairan di dagu, leher, dan payudara Mbak Sari. Ada sedikit yang nggak bisa dibersihkan, terutama yang nyangkut di rambutnya.

“Ya sudahlah, mana mungkin dia tahu. Dia kan pules banget,” pikirku.

Aku pasang kembali celana dalamnya dengan hati-hati. Gila, lihat tubuhnya lagi bikin “anu”ku mulai tegang. Tapi aku nggak berani lanjut. Salah-salah dia bangun. Cukup sekali ini aku nikmati tubuhnya dalam kondisi dia tertidur pulas.

Kurapihkan daster satinya, kumpulkan tisu-tisu bekas, dan simpan sebagai kenang-kenangan bahwa aku berhasil “menikmati” tubuh cewek Yogya yang molek ini. Akhirnya, aku balik ke kontrakan, meninggalkan Mbak Sari yang masih tertidur lelap di atas karpet di samping meja tamu.

Jam di atas TV kontrakan menunjukkan pukul 22:30 saat telepon berdering. Aku tersentak dari posisi selonjoran di depan TV, buru-buru mengangkat gagang telepon yang tergeletak di samping.

“Halo, Budi di sini…” kataku, menempelkan telepon ke telinga.

“Eh… Sari Wulandari di sini…” suara lembut seorang perempuan menjawab.

Deg! Jantungku langsung berdebar kencang. Mbak Sari ternyata yang menelpon. Dia sudah sadar dari tidurnya. Ada apa dia telepon malam-malam begini? Apa dia tahu apa yang kulakukan padanya dua jam lalu?

“A-ada apa, Mbak?” tanyaku, suara agak gemetar.

“Maaf, tadi aku kecapekan banget, ketiduran sebelum bikin kuitansi sewa kontrakan. Uang yang Mas Budi taruh di meja udah aku ambil, dan kuitansinya udah aku buat. Mampir ke sini sekarang ya, buat ambil kuitansinya.”

Aku menghela napas lega. Ternyata cuma urusan kuitansi. Suara Mbak Sari terdengar lembut seperti biasa, nggak ada nada marah. Berarti dia nggak tahu kalau tubuhnya kugumuli tadi.

Aku segera turun dari kontrakan dan berjalan ke rumah Mbak Sari di sebelah. Belum sempat menekan bel, dia sudah membuka pintu.

Dia berdiri di depan pintu, cantik banget, seperti bidadari turun dari langit. Rambutnya disisir rapi, bagian belakang dijepit ke atas, memamerkan leher mulusnya yang jenjang. Daster satin yang dia pakai masih sama seperti tadi, tipis dan mengilap, membentuk lekuk tubuhnya dengan jelas. Payudaranya yang montok menonjol, dan putingnya samar-samar terlihat dari balik kain. Wow… ada yang beda. Aroma parfum! Bau harum yang segar kini tercium dari tubuhnya.

“Masuk, Mas. Aku ambilkan kuitansinya,” katanya sambil tersenyum manis. Senyumnya itu… duh, bikin nafsuku langsung naik.

Bibirnya yang tadi polos kini dilapis lipstik pink tipis, terlihat ranum dan menggoda. Rasanya pengen banget nyosor dan melumat bibir itu sepuasnya.

“Permisi, Mbak…” kataku sambil mengangguk sopan, lalu melangkah masuk.

Pintu tertutup pelan karena ada pegas di engselnya. Aku berjalan di belakang Mbak Sari menuju ruang tamu. Goyangan pinggulnya saat berjalan bikin aku nggak bisa berkedip. Lekuk pantatnya yang penuh tergambar jelas di daster satinya, bergoyang kiri-kanan, seolah menantangku untuk menyentuhnya.

Mbak Sari mengambil buku kuitansi dari rak, lalu menyobek selembar. “Ini, Mas, kuitansinya,” katanya sambil menyodorkan kertas itu dengan senyum yang bikin jantungan. Matanya menatapku tajam, tapi tatapan itu terasa… menggoda.

Aku mengulurkan tangan untuk mengambil kuitansi. Tapi, belum sempat kugenggam, dia melepaskan kertas itu. Kuitansi melayang ke bawah. Refleks, aku bergerak menangkapnya sebelum jatuh ke lantai. Mbak Sari juga bergerak lebih cepat, mencoba hal yang sama.

Tanpa sengaja, tanganku menggenggam jari-jarinya yang halus. Posisinya yang agak membungkuk bikin mataku langsung tertuju ke belahan dadanya yang montok, terlihat jelas dari daster yang sedikit tersingkap. Gila… “anu”ku langsung berdiri lagi.

Mbak Sari menatap tanganku yang memegang jarinya, lalu beralih ke wajahku. Matanya… seperti orang yang haus, penuh hasrat. Tiba-tiba, dia merangkul pundakku. Payudaranya menempel di dadaku, terasa hangat.

“Mas Budi, buat apa pura-pura,” katanya pelan. “Aku tahu tadi Mas main sendiri pas aku ketiduran. Waktu bangun, rambutku basah sama… cairan. Pasti itu cairan Mas, kan?”

Dia mempererat pelukannya, berdiri sedikit jinjit. Bibirnya yang pink dan ranum mendarat di bibirku, melumat dengan ganas. Napasku jadi nggak karuan.

“Mbak Sari…” kataku tersengal saat bibirku sedikit bebas.

“Jangan panggil ‘Mbak’ sekarang, panggil aja Sari,” pintanya. “Budi… cium aku… Aku udah lama kangen dicium penuh gairah sama cowok jantan kayak Mas. Sejak pertama lihat Mas, aku pengen banget digituin sama Mas.”

Nafsu langsung membakar tubuhku. Ternyata hasratku ke tubuhnya yang aduhai nggak bertepuk sebelah tangan. Dia juga pengen bercinta denganku!

“Sari…” desahku penuh gairah. Bibirku langsung melumat bibirnya dengan liar. Bibir ranum itu kugumuli habis-habisan, nggak kusia-siakan sedikit pun. Dia nggak kalah ganas, bibirnya menyerang balik, seolah nggak mau kalah.

Tanganku menyusup di sela lengannya, mendekap tubuh kenyalnya erat-erat. Dia juga mempererat pelukannya. Kehangatan tubuhnya meresap ke tubuhku, meski masih terhalang kain. Payudaranya yang montok makin menekan dadaku.

“Budi… lepas pakaian aja langsung,” kata Sari sambil menarik kausku. Aku angkat tangan, membiarkan dia melepas kaus itu. Lalu, dengan cepat, dia membuka ikatan celana pendekku.

Dia merangkul punggungku lagi, dan aku balas mendekapnya sambil melumat bibirnya. Tangan kiriku tetap mendekap tubuhnya, sementara tangan kananku melepas ikatan daster satinya. Begitu terbuka, kusingkap daster itu, lalu kedua tanganku menyusup ke dalam, mendekap punggungnya yang mulus.

Kini, hanya mengenakan celana dalam, kami berpelukan erat, saling melumat bibir, dan meremas punggung satu sama lain. Kehangatan tubuh kami yang menempel terasa nyata. Payudaranya menekan dadaku, dan saat kami sedikit bergeser, putingnya seperti menggelitik kulitku.

Tangan kiriku turun ke pinggang rampingnya, lalu ke pinggulnya yang penuh, menekannya kuat-kuat ke perutku. “Anu”ku, yang masih di dalam celana dalam, terjepit antara perutku dan perut bawah Sari, terasa nikmat. Bibirku lepas dari bibirnya, beralih ke lehernya.

“Duh… geli… geli…” desah Sari, menengadahkan kepala supaya leher dan dagunya terbuka lebar.

Dia membusungkan dadanya dan melengkungkan pinggangnya ke depan. Dengan posisi ini, meski wajahku menggumuli lehernya, tubuh kami tetap menempel rapat dari dada sampai perut bawah. Tangan kananku bergerak ke payudaranya, meremas-remas dengan penuh gairah.

Setelah puas dengan lehernya, wajahku turun ke belahan dadanya. Aku berdiri agak membungkuk. Tangan kiriku menyusul, ikut memegang payudaranya. Wajahku menggumuli belahan dadanya, sementara tanganku meremas kedua payudaranya, menekannya ke wajahku.

Aku menciumi kemulusan belahan dadanya, menghirup harumnya dengan rakus, nggak mau ada aroma yang terlewat. Wajahku kugesekkan memutar di belahan itu, lalu beralih ke payudara kirinya. Kuciumi bukit payudara yang montok itu, lalu kumasukkan putingnya ke mulutku. Aku menyedot puting itu, memainkannya dengan lidahku, kadang memperluas sedotan sampai ke area cokelat di sekitarnya.

“Duh… Budi… geli… geli…” desah Sari, tubuhnya menggeliat kiri-kanan, seperti ular kelaparan.

Aku memperkuat sedotan. Tangan kananku meremas payudara kanannya dengan kuat, kadang menekan kecil ke puncaknya, memainkan putingnya dengan jari telunjuk dan ibu jari.

“Budi… hhh… geli… enak… ngilu…” desahnya lagi.

Aku semakin liar. Payudaranya kugumuli bergantian, kadang kusedot kuat sampai seluruh bukitnya, kadang cuma putingnya kucepit dengan gigi dan lidah. Satu sisi kuremas kuat, kadang cuma kupilin-pilin putingnya yang menonjol.

“Budi… terus… terus… hzzz… ngilu…” Sari mendesah keras, matanya kadang membelalak, tubuhnya menggeliat makin sering.

Akhirnya, dia nggak tahan. Dengan cepat, dia menurunkan celana dalamku sampai ke paha. Aku merapatkan lutut supaya celana dalamnya jatuh ke karpet. Jari-jari lentiknya langsung menggenggam “anu”ku yang sudah tegang.

“Wow… Budi, gede banget… Pacar-pacarku dulu sama suamiku nggak ada yang segede ini. Gila… gila…” katanya, kagum.

Sambil membiarkan mulut dan tanganku menggumuli payudaranya, jari-jarinya meremas “anu”ku perlahan dengan irama, seperti mencari kehangatan dan kenikmatan.

“Budi, kita lanjutin di kamar aja…” ajak Sari, matanya penuh nafsu. Tangannya mendorongku pelan, membebaskan payudaranya dari genggamanku.

Dia mengunci pintu dari dalam, membiarkan kunci di lubangnya supaya nggak ada yang bisa masuk dari luar.

Aku dan Sari berjalan menuju kamar di samping ruang tamu. Kamar itu cukup luas, mungkin seukuran kamar tidur sederhana di rumah-rumah Yogyakarta. Tidak banyak perabot, hanya sebuah lemari kecil di sudut dan tikar pandan yang terhampar di lantai. Di salah satu dinding, ada pintu geser yang menyimpan kasur lipat di dalamnya.

Sari, yang hanya mengenakan celana dalam, berjalan di depanku. Dari belakang, tubuhnya terlihat aduhai. Rambutnya yang dijepit ke atas memperlihatkan leher jenjangnya. Beberapa helai rambut pendek terlepas, menghias leher mulusnya. Kulit punggungnya licin, meramping di pinggang, lalu melebar indah di pinggul. Celana dalam pink tipisnya nggak mampu menyembunyikan gundukan pantatnya yang putih mulus, bergoyang kiri-kanan mengikuti langkahnya, bikin nafsuku makin membara.

Sari membuka pintu geser dan mengambil kasur lipat yang cukup lebar, sepertinya untuk dua orang. Dia menghamparkannya di atas tikar pandan biru tua. Saat menata kasur, dia merunduk menghadapku, membuat payudaranya yang montok menggantung kenyal. Di bawah lampu kamar, kulit payudaranya terlihat putih mengilap, dengan puting pink kecokelatan yang menonjol gagah.

Sari lalu mengambil sprei dari rak atas dan menutup pintu geser. Saat mengambil sprei, tubuhnya dari samping terlihat jelas. Payudaranya membusung indah, putingnya meruncing menggoda. Setelah melapisi kasur dengan sprei, dia mematikan lampu neon dan menyalakan lampu kuning yang remang-remang, menciptakan suasana hangat.

Masih membelakangiku, dia melepas celana dalamnya. Wow… gila! Tubuhnya kini telanjang bulat, tanpa sehelai kain pun. Aku nggak tahan lagi, langsung merangkulnya dari belakang dengan penuh gairah. Kukecup area antara telinga dan lehernya. Aroma parfumnya yang segar kuhirup dalam-dalam. Kadang, daun telinganya yang nggak pakai anting kugigit pelan dan kumainkan dengan lidahku.

Ciumanku beralih ke tengkuknya yang jenjang, menjilat pangkal rambut yang tergerai di kulit lehernya. Tanganku mendekap dadanya erat. Telapak tanganku meremas kedua payudaranya, kadang kuat, kadang lembut. Di bawah, kontolku kugesekkan ke pantatnya yang mulus, terasa hangat dan nikmat di sela gundukan pantatnya yang kenyal.

Telunjuk dan ibu jari tangan kananku memilin puting payudara kirinya, sementara tangan kiriku meremas payudara kanannya dengan kuat. Bibirku menyedot kulit tengkuknya yang harum, dan kontolku kugesekkan serta kutekan ke pantatnya.

“Duh… Budi… ngilu… ngilu… terus, Budi… terus… ah… geli… enak…” Sari merintih, menggeliat kiri-kanan seiring permainan tanganku di payudaranya.

Goyangan pinggulnya membuat kontolku yang bergesekan dengan pantatnya makin terasa nikmat. “Sari… enak banget… pantatmu kenyal… gila… nikmat banget…” desisku, keenakan.

“Budi… enak, ya? Kontolmu gede dan keras banget, ngegesek pantatku… duh… hangat… tanganmu nakal banget di dadaku… ngilu… ngilu…” rintih Sari.

“Bener, Sari… tanganku nakal karena payudaramu montok dan kenyal banget. Mulus… licin… gila, indah banget…” kataku.

“Budi… ngilu… suka banget kamu mainin payudaraku… duh, geli… jangan cuma putingnya, remas semua…” Sari menggelinjang dalam dekapanku.

“Sari… gila, payudaramu cakep banget… kenapa nggak jadi bintang film aja? Payudaramu lebih indah dari artis-artis itu…” godaku.

“Duh, Budi… remasanmu kuat banget… tanganmu nakal… kontolmu di pantatku juga nakal… gede… kuat…” balasnya.

“Habis, pinggulmu aduhai… pantatmu kenyal dan mulus… licin… goyangannya bikin gila…” kataku.

Aku makin semangat menekan kontolku ke pantatnya, gerakannya jadi memutar karena goyangan pinggulnya. Rasa hangat dan nikmat mengalir di kontolku. Aku meningkatkan permainan tanganku di payudaranya dan ciumanku di leher serta telinganya.

“Duh… Budi… ngilu… geli… nakal banget tangan, mulut, sama kontolmu… duh, ngilu…” rintih Sari, suaranya mulai melayang, seolah terombang-ambing antara sadar dan nggak sadar. “Udah, Budi… aku nggak tahan… aku mau main yang beneran…”

Tanpa menunggu lagi, kubopong tubuh telanjang Sari ke atas kasur. Dalam bopongan, dia merangkul leherku, bibirnya menciumi lenganku. Untuk ukuran cewek Yogya, tubuh Sari istimewa. Tingginya sekitar 167 cm, lebih tinggi dari rata-rata. Payudaranya besar, padat, dan montok. Pinggangnya ramping, pinggulnya melebar indah, dan pantatnya membusung sempurna. Kulitnya putih mulus, tapi tubuhnya nggak lembek—padat dan kenyal, bikin kesan licin saat dilihat dari jauh.

Dengan tinggi badanku 174 cm dan tubuh atletis dari latihan bela diri, membopong Sari enteng banget. Kubaringkan dia di kasur. Dia nggak melepaskan tangannya dari leherku, malah menarik wajahku mendekat. Bibirnya yang pink melumat bibirku dengan ganas. Aku balas dengan penuh nafsu, tanganku mendekap tubuhnya erat.

Lalu, aku menindih tubuhnya. Kontolku terjepit di antara pangkal pahanya dan perutku, terasa hangat. Bibirku lepas dari bibirnya, beralih mencium dagunya, lalu lehernya yang harum parfum. Kugeluti leher itu dengan wajahku, sementara pinggulku mulai bergerak, membuat kontolku menggesek pahanya yang mulus.

Gesekan itu bikin kontolku serasa dipijat, kepalanya kegelian. Setelah puas dengan lehernya, wajahku turun ke payudaranya. Dengan ganas, kubenamkan wajahku di belahan dadanya, tanganku meraup kedua payudaranya, menekannya ke wajahku. Aroma payudaranya kuhirup rakus. Wajahku kugesekkan memutar, membuat payudaranya tertekan bergantian.

Hidungku menyentuh daging payudaranya yang kenyal, lalu bibirku melahap puncak payudara kirinya. Area cokelat dan putingnya kusedot kuat, seperti bayi kelaparan. “Budi… geli… geli…” kata Sari, kegelian.

Aku nggak peduli, terus mengulum putingnya yang mengeras. Lalu, kusedot lebih luas, meremas payudara kanannya dengan kuat. “Budi… ngilu… ngilu… nakal banget mulut sama tanganmu…” rintih Sari, bikin nafsuku makin membara.

Aku semakin ganas mengisap dan meremas payudaranya. Kontolku berdenyut, menikmati kehangatan pahanya. Akhirnya, aku nggak sabar. Bibirku beralih ke dagu dan lehernya, tanganku membimbing kontolku ke memeknya. Kuputar-putar dulu kepalanya di bulu-bulu sekitar bibir memeknya.

“Budi… udah mau masuk? Hehe, dasar perjaka. Baru pertama kali main sama cewek, udah nggak sabaran pengen ngerasain memek. Nanti cepet keluar, lho… Tapi nggak apa, kita bisa lanjut ronde dua…” godanya.

Jari-jarinya menggenggam kontolku yang tegang, membuka pahanya lebih lebar. “Gila… kontolmu gede dan keras banget, Budi…” katanya, mengarahkan kontolku ke memeknya.

Kepala kontolku menyentuh bibir memeknya yang basah. Dengan pelan dan getaran kecil, kutekan masuk. Kepala kontolku terbenam, daging memeknya yang hangat dan licin mengulum dengan enak. Aku berhenti sejenak.

“Budi… lanjutin, dong… enak… jangan cuma sampe situ…” protes Sari.

Aku nggak peduli, kubiarkan hanya kepala kontolku di dalam, kugoyang pelan. Bibirku mengulum lengannya, hidungku mengendus ketiaknya yang bersih. “Duh… enak… geli, Budi… masuk lebih dalam…” desahnya.

Bibirku menyedot lengannya kuat-kuat. Aku konsentrasi ke pinggulku, lalu… satu… dua… tiga! Kutekan kontolku dalam-dalam dengan cepat. Plak! Pangkal pahaku membentur pahanya yang terbuka.

“Duh!” pekik Sari.

Aku diam, membiarkan kontolku tertanam penuh di memeknya. “Sakit, Budi… nakal banget kamu…” katanya, tangannya meremas punggungku keras.

Aku mulai menggerakkan kontolku keluar-masuk dengan pelan. Entah kontolku yang besar atau memeknya yang kecil, yang jelas, dinding memeknya memijat kontolku kuat. “Gimana, Sari, sakit?” tanyaku.

“Duh… enak banget… kontolmu gede dan panjang, nyumpel penuh memekku…” jawabnya.

Aku terus memompa memeknya perlahan. Payudaranya yang menempel di dadaku terpilin-pilin, putingnya menggelitik dadaku. Otot memeknya memijat kontolku berirama, terasa hangat dan nikmat. Setiap kali masuk, kepala kontolku menyentuh daging dalam memeknya, bikin kegelian.

Aku mengangkat kedua kaki Sari yang putih mulus, menjaga agar kontolku tetap di dalam memeknya. Aku berposisi agak jongkok, menumpukkan betis kanannya di bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok memeknya perlahan, betis kirinya yang indah itu kuciumi dan kugeluti dengan gemas.

Setelah puas dengan betis kiri, giliran betis kanannya yang kuciumi, sementara betis kirinya kutaruh di bahuku. Aku mengulanginya beberapa kali secara bergantian, mempertahankan kenikmatan di kontolku dengan gerakan maju-mundur pelan di memek Sari.

Lalu, aku menumpukkan kedua betisnya di bahuku, tanganku meremas kedua payudaranya yang montok. Dengan kocokan kontol yang masih pelan, aku meremas payudaranya kuat-kuat secara berirama. Kadang, putingnya kugenggam dan kupilin perlahan. Puting itu makin keras, payudaranya terasa semakin kenyal. Sari merintih keenakan, matanya merem-melek, alisnya bergerak naik-turun.

“Duh… Budi… geli… geli… ampun… ngilu, Budi… ngilu… terus, Budi… terus… gila… kontolmu bikin memekku enak banget… nanti keluarin di dalam aja, Budi… aku lagi nggak subur…”

Aku mempercepat gerakan keluar-masuk kontolku di memeknya. “Duh… duh… bener, Budi… cepet gitu… terus… terus…” rintih Sari.

Rintihannya seperti menyulut semangatku. Tenagaku berlipat. Aku tingkatkan kecepatan, kontolku keluar-masuk lebih cepat. Daging memeknya yang hangat serasa meremas kontolku dengan kencang. Matanya merem-melek cepat, ekspresinya penuh kenikmatan.

“Enak banget, Sari… memekmu enak banget… hangat banget…” desisku.

“Iya, Budi… aku juga enak banget… terus… terus…” balasnya.

Aku tambah cepat lagi. Kontolku serasa diremas-remas liar oleh memeknya. “Budi… gila… enak banget… aku mau keluar, Budi… bentar lagi… bareng ya, Bud…” ocehnya tanpa kendali.

Aku terus pompa. Aku belum merasa mau keluar, tapi ingin dia orgasme duluan. Biar cewek Yogya ini tahu cowok Bali perkasa. Biar dia akui kejantanan Budi! Memeknya berdenyut hebat, memijat kontolku.

“Budi… Budi…” rintih Sari, tangannya mencengkeram lenganku, seperti mencari pegangan. Aku bagaikan pembalap, “mengayuh” semakin kencang. Bedanya, aku menikmati kenikmatan luar biasa di kontolku, dan “sepedaku” merintih keenakan.

“Budi… duh… enak… enak… mau keluar… sekarang… ke-ke-ke…” Tiba-tiba, memeknya menjepit kontolku kuat sekali. Kontolku disemprot cairan hangat dari memeknya, deras. Tangannya meremas lenganku keras, mulutnya berteriak, “Keluar…!”

Matanya membelalak, tubuhnya mengejang. Aku hentikan genjotan, membiarkan kontolku tertanam dalam memeknya. Kontolku terasa hangat oleh semprotan cairannya. Matanya terpejam, menikmati puncak orgasmenya.

Satu menit kemudian, cengkeraman tangannya melemah, matanya terbuka, menatapku. Jepitan memeknya perlahan melemas, tapi kontolku masih tegang. Aku turunkan kakinya ke kasur, posisinya agak terbuka.

“Budi… kamu luar biasa… bawa aku ke langit ketujuh…” katanya, wajahnya puas. “Dua tahun terakhir, suamiku nggak pernah bikin aku orgasme. Dia selalu keluar duluan. Aku cuma puasin diri sendiri sambil nonton video.”

Aku senang mendengarnya. Ternyata hasratku nggak bertepuk sebelah tangan. Aku sering membayangkan tubuh Sari saat masturbasi, dan dia juga membayangkanku. “Budi… kamu seperti yang kubayangkan. Jantan… perkasa… bikin aku orgasme. Nikmat banget…”

Dadaku membusung bangga. Aku ingin buktikan aku lebih perkasa. Cewek Yogya ini harus kewalahan hadapi cowok Bali! Aku dekap tubuhnya yang mulus, berkilau kuning di bawah lampu. Kontolku mulai keluar-masuk lagi, masih pelan. Memeknya perlahan meremas kontolku, hangat dan enak.

“Duh… Budi… lanjut lagi… sekarang giliranmu… keluarin di memekku…” desis Sari.

Bibirku melumat bibirnya yang ranum, tangan kananku meremas payudaranya, memilin putingnya seirama gerakan kontolku. Tangan kiriku menyangga tubuhku. “Enak, Budi… terus… terus…” desis Sari saat bibirnya lepas dari ciumanku.

Aku percepat genjotan. Cairan di memeknya membuat suara “srrt-srret” setiap kontolku keluar-masuk. Rintihannya nggak berhenti. “Budi… duh… Budi… ahh…”

Kontolku makin tegang. Aku lepas tangan dari payudaranya, kedua tanganku menyusup ke punggungnya, memeluk erat. Tangannya membalas, mengusap punggungku. Aku mulai genjot cepat dan kuat. Setiap masuk, kontolku kuhunjam dalam-dalam, pangkal pahaku membentur pahanya, “Plak!”

Memeknya meremas kontolku kuat saat masuk, sedikit melemah saat keluar, tapi kepala kontolku tetap di dalam. Tangannya mencengkeram punggungku saat kontolku masuk dalam. “Duh! Hhh… Duh! Hhh…”

Kontolku terasa nikmat luar biasa. Aku mendesis, “Sari… enak banget… memekmu hangat… jepitannya gila… enak banget…”

“Budi… terus… enak… duh! Hhh! Duhh! Hhh…” rintihnya.

Tiba-tiba, rasa gatal enak menyelimuti kontolku. Aku genjot lebih cepat dan keras, berusaha masuk lebih dalam. Rasa gatal dan nikmat makin hebat. “Sari… aku… aku…” ucapku terbata, nggak sanggup lanjut saking nikmatnya.

“Budi… duh… aku mau keluar lagi… ke-ke-ke…” Tiba-tiba, kontolku mengejang, berdenyut dahsyat. Memeknya mencekik kuat. Aku nggak tahan lagi.

Prutt! Pruttt! Memeknya menyemprot cairan, bersamaan dengan teriakannya, “Keluar…!” Tubuhnya mengejang, matanya membelalak.

“Sari…!” lenguhku keras, merangkulnya kuat, seperti ingin meremukkan punggungnya. Wajahku kubenamkan di lehernya. Spermaku menyembur deras. Croot! Crott! Crott! Menyemprot dinding memeknya.

Kami berpelukan erat, alat kelamin, perut, hingga payudaranya seolah menyatu dengan tubuhku. Sperma sisa menyusul keluar. Cret! Cret! Cret! Mengisi memeknya.

Kami perlahan rileks. Aku cium lehernya lembut, tangannya mengelus punggung dan rambutku. Aku puas bercinta dengan Sari. Pertama kali, lawanku cewek Yogya bertubuh aduhai, berkulit mulus, payudara montok, pinggang ramping, dan pinggul indah.

“Budi… makasih. Puas banget… nikmat banget…” lirih Sari. “Malam ini nginep di sini, ya?”

Aku nggak jawab dengan kata, hanya mencium bibirnya mesra. Sari mengambil dua bantal tipis dan selimut besar dari lemari. Kami tidur telanjang di bawah selimut, kepalanya di dadaku, tangannya melingkari tubuhku.

Wukong778: Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Mudah Menang

slot gacor indo

Naranjas del Campo

Alpha Asset Management

Algarve Classic Festival

MAXI188: Situs Agen Slot Online Terbaik Terpercaya GAME 3D FANTASY TERPERCAYA

TOGELJACKPOT: Daftar Situs Judi Online Slot Gacor Di Indonesia Tahun 2024

AURORATOTO: Agen Permainan Taruhan Online Uang Asli Terbaik Dan Terpercaya 2024

AURORATOTO2: Situs Pusat Hiburan Online Paling Menguntungkan Di Indonesia

HANOMANTOTO: Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Anti Rungkat

auroratoto2

auroratoto2

auroratoto2

auroratoto2

auroratoto2

auroratoto2

Dunia Permainan

prediksi togel sdy

Hiburan Online

langkah kaya

Transformasi Digital Rekrutmen Pegawai

komunitas wni

bocoran universitas sukses

Budaya seks

gaya 69

loker bekasi

bokep jepang berita

teknologi ai

teknologi ai

berita 365 bokep indo

cerita bokep indonesia

digital bokep

jakarta bokep

kanal berita seks

togeljackpot

Slot Gacor

Slot Thailand

togeljackpot

Hanomantoto

wukong778

togeljackpot

togeljackpot

wukong778

slot toto

togeljackpot

togeljackpot

wukong778

slot gacor toto auroratotogrup

TOTO SLOT

wukong778 gacor

togeljackpot

hanomantoto

WUKONG778 » BANDAR SLOT GACOR 4D (jeu d’argent) MITRA SLOT EN LIGNE

TOGELJACKPOT

cara joko menggebrak dunia game dengan strategi mahjong ways di wukong778

rahasia viral bella menang besar di mahjong ways dengan wukong778

angka kemenangan fantastis di wukong778 kisah viral rian dan strategi mahjong ways

angka kemenangan menggiurkan di wukong778 rahasia viral sarah di mahjong ways

drama kemenangan dika angka fantastis di wukong778 dengan mahjong ways

tragedi dan triumf kemenangan rp180 juta nadia di mahjong ways wukong778

kemenangan rp250 juta bima drama epik di mahjong ways wukong778

kemenangan rp175 juta melly kisah inspiratif di balik mahjong ways wukong778

kemenangan rp210 juta andi berita inspiratif dari wukong778 dan mahjong ways

kemenangan rp190 juta rina berita inspiratif dari mahjong ways di wukong778

pola mahjong ways malam ini di wukong778 kisah inspiratif tono raup rp50 juta dalam semalam

petani pati raup rp100 juta di spaceman wukong778 kisah inspiratif sukir dengan modal rp1 juta

barista bandung raup rp100 juta di spaceman wukong778 kisah viral rudi dengan modal rp1

bangkit dari kemiskinan janda muda menang wukong778 hanomantoto berikan modal 5jt

aksi pemuda batak bertarung dengan kerasnya mahjong ways 2 wukong778 kirim 10 juta

info terbaru pemain persita tangerang main mahyong ways 2 dapat muntahan terbaru pinjaman 100 juta wukong778

pola scatter dan wild terbaru starlight princess di wukong778 rtp live update

rudi santono staff khusus psi yang membeberkan inisal j ternyata pernah menang mahjong ways di wukong778 dibayar 50 juta

scatter hitam wukong778 ternyata benar dengan perkalian tak terhingga banyak orang menjadi kaya

ayu kisah pelacur muda yang mendadak sugih karena mahjong ways 2

mahasiswa sastra ui diakhir bulan hanya punya 15 rb main sweet bonanza wukong778 malah untung ratusan juta

keindahan serambi mekah di kotori judi online wukong778 ternyata digandrungi anak muda karena 100 juta diberikan wukong778 untuk modal main

efek wukong778 ternyata bisa memberikan ratusan juta bagi petani bojongsari ini

pandi asli suku anak dalam yang berhasil membungkam pemerintah dengan kekayaan 100 m karena main scatter hitam wukong778

batam dikenal sebagai kota surga maksiat dan judol dan benar wukong778 sudah teruji memberikan kemenangan di casino live

resedivis curat asal bogor andi kaya tobat karena main scatter hitam dengan pola admin wukong778

lina penjahit harian ternyata bisa membayar utang karena scatter hitam wukong778

rtp asli dari wukong778 langsung dibayar 100 juta dirasakan andi pensiunal polri pangkat ipda

situs 5000 pembawa berkah bagi setiap orang disini wukong778 beri akses vip scatter hitam

one piece flag pembawa hoki di wukong778 gak perlu ribet

akses singapore prize hari ini bulan agustus dapatkan agen tak terbatas cukup 25000 dibayar lunas

esport rrq apakah benar mitra judol sepertinya iya karena wukong778 sebagai penyedia game online terpercaya

live sgp di wukong778 terkoneksi dengan server asli untuk itu prediksi akurat selalu hadir

pegawai ppatk ini beberkan rekening wukong778 yang berjumlah trilyunan bahwa benar sebagai agen resmi terpercaya online

suryadarma ali yang pernah bermain scatter hitam di wukong778 sangat teruji di 2025

server wukong778 yang berada di rusia tidak membuat kualitas turun karena sudah cloud dan pasti aman untuk para pemain slot

timnas u23 thailand dan filipina ternyata pernah bermain di wukong778 sebagai agen terbaik di indonesia buktinya kekayaan mereka semakin meningkat drastis

nabila novanda sales toyota batam ini berhasil mendapat insentif dari wukong778 karena berhasil memecahkan pola starlight princess sebesar 180 juta rupiah

arya daru sebelum tewas ternyata berhasil memecahkan kode spesial bermain space man dan di usut bisa memenangkan ratusan juta perbulan

hanomantoto

pola scatter hitam wukong778 membatu ratusan penduduk miskin di ende nusa tenggara timur

sempat putus sekolah anak muda ini berhasil tembus rp44 juta dari wukong778

pecah modal anak ini naik haji karena dapatkan lotto hk rp250 juta

usaha rm padang hampir tutup dapat suntikan modal dari sweet bonanza rp150000000 menang manis dan kisah ini menjadi bukti wukong778 asli terbaik

tukang tempel ban batak ini bikin geger karena tabungan nya meledak rp100000000 karena main sweet bonaza diawal bulan agustus dan bisa beli rumah di samosir

anak yatim dari bojonegoro ini berhasil membeli rumah di pik karena menang besar rp10000000000 lotto hk wukong778

toto slot gacor

slot toto

slot gacor toto disini sangat terbaik

TOTO SLOT

Petualangan Eksklusif di Mahjong Ways Edisi Maxi188 Terbatas

Mahjong Ways Spetakuler Nikmati Sensasi Petualangan Maxi188 Terbaik

Keajaiban Mahjong Ways dalam Edisi Spesial Hanya untuk Anda di Maxi188

Jelajahi Dunia Mahjong Ways dengan Tawaran Eksklusif dan Terbatas Hanya Maxi188

Maxi188 Dapatkan Pengalaman Spetakuler di Mahjong Ways Edisi Terbatas

Kisah Sukses Pemain Maxi188 Raih Prestasi Besar Di Mahjong Ways

Edisi Terbatas Pencapaian Luar Biasa Pemain Maxi188 Di Mahjong Ways

Pemain Maxi188 Torehkan Rekor Unik Di Dunia Mahjong Ways

Mahjong Ways Jadi Ajang Prestasi Pemain Maxi188 Edisi Eksklusif

Inspirasi Dari Pemain Maxi188 Yang Mencetak Pencapaian Fantastis

Edisi Terbatas Petualangan Epik di Dunia Gate Olympus

Rahasia Keindahan Gate Olympus yang Wajib Dijelajahi

Gate Olympus Eksplorasi Mitologi Yunani Edisi Spesial

Kisah Inspiratif dari Negeri Legenda Gate Olympus

Gate Olympus Perjalanan Unik Menuju Puncak Kejayaan

Membongkar Misteri Gate Olympus dalam Edisi Terbatas

Inspirasi Mitologi di Balik Keagungan Gate Olympus

Gate Olympus Kolaborasi Seni Cerita dalam Edisi Spesial

Petualangan Unik di Gerbang Legendaris Olympus

Edisi Eksklusif Gate Olympus dan Cerita yang Menginspirasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *