SUKABUMI – Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi kembali melaksanakan kegiatan pemberian uang ganti kerugian (UGK) bagi masyarakat yang lahannya terdampak pembangunan Jalan Tol Bogor–Ciawi–Sukabumi (Bocimi) Seksi III. Kegiatan ini berlangsung di Aula Bank Mandiri Kota Sukabumi, Rabu (20/8), sebagai bagian dari upaya memastikan proses pembebasan lahan berjalan transparan, adil, dan memberikan kepastian hukum.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi, Wendi Isnawan, A.Ptnh., M.H., menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam mempercepat pembangunan infrastruktur strategis nasional.
“Tol Bocimi, khususnya Seksi III, diharapkan mampu memangkas waktu tempuh, meningkatkan konektivitas wilayah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Sukabumi dan sekitarnya,” ujar Wendi.
UGK telah disalurkan kepada warga dari Desa Ciheulangtonggoh (Kecamatan Cibadak), Desa Selajambe dan Kutasirna (Kecamatan Cisaat), serta Desa Cijalingan (Kecamatan Cicantayan). Seluruh proses dilakukan sesuai prosedur dan berdasarkan hasil penilaian independen dari tim appraisal.
Wendi menekankan bahwa proses ini bukan sekadar soal nominal, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik terhadap pemerintah. Kehadiran unsur PUPR, UPTD Dinas PU Kabupaten Sukabumi, camat, kepala desa, dan pihak Bank Mandiri menjadi bukti bahwa proses dilakukan secara terbuka dan akuntabel.
Ia juga menyampaikan bahwa Seksi I dan II Tol Bocimi telah beroperasi, sementara Seksi III sedang dikebut agar segera tersambung penuh hingga Sukabumi. “Tol ini diyakini akan mengurangi kemacetan dari Bogor ke Sukabumi, terutama saat akhir pekan dan musim liburan,” jelasnya.
Kepala Seksi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi, Enang Sutriyadi, menambahkan bahwa pihaknya terus mendampingi masyarakat sejak tahap sosialisasi hingga penyaluran ganti rugi.
“Kami pastikan warga memahami hak dan kewajibannya. Mereka berhak mendapat informasi jelas tentang mekanisme pembayaran, besaran ganti rugi, dan tindak lanjut setelah lahan dilepas,” ujar Enang.
Selain memberikan kepastian hukum, pembayaran UGK diharapkan menjadi modal baru bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha atau berinvestasi. “Ini sekaligus menjawab kekhawatiran warga tentang keberlanjutan kehidupan setelah tanah mereka digunakan untuk proyek strategis nasional,” pungkasnya.