SUKABUMI — Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang melibatkan seorang Kepala Madrasah sekaligus Amil di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, terus bergulir. Di tengah proses hukum, keluarga korban mengaku mendapat tekanan dari sejumlah pihak yang diduga merupakan perwakilan keluarga tersangka.
Tersangka berinisial UMG (55) dilaporkan oleh DE (57), ayah korban RJ (15), ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sukabumi. Laporan tersebut tercatat dalam Surat Tanda Bukti Laporan Nomor: STBL/303/VI/2025/SPKT/Polres Sukabumi/Polda Jabar, tertanggal 18 Juni 2025⁽¹⁾.
Wakil Ketua Tim Kuasa Hukum DE dari LBH Sukabumi Officium Nobile (LBH SON), Dendi Mulyadi, menyebut pihaknya menerima informasi terkait dugaan intervensi dan intimidasi terhadap keluarga korban.
“Kami mendapat laporan bahwa oknum keluarga tersangka beberapa kali mendatangi rumah korban, bahkan saat RJ masih dalam kondisi trauma berat,” ujar Dendi, Rabu (20/8).
Hal senada disampaikan kuasa hukum lainnya, Ajah Supardi, yang mengungkapkan bahwa intervensi terakhir dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai advokat pihak UMG. Mereka diduga memaksa keluarga mencabut laporan, bahkan menawarkan bantuan uang.
“Jika benar mereka advokat, tindakan itu melanggar kode etik profesi. Mereka mengabaikan status hukum kami sebagai kuasa resmi,” tegas Ajah.
Kuasa hukum *Diki Darmadi* menambahkan bahwa kondisi psikologis korban masih sangat rentan. Berdasarkan asesmen UPTD PPA Kabupaten Sukabumi, RJ kerap menyendiri dan enggan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
“Kami bersama PPA dan Dinas Sosial terus memberikan pendampingan psikologis secara intensif,” katanya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Arum Rumiyati, petugas OPSIGA UPTD PPA Kabupaten Sukabumi, yang menyatakan bahwa trauma yang dialami korban tergolong berat dan membutuhkan pemulihan jangka panjang.
Diki juga menegaskan bahwa dugaan intervensi tersebut berpotensi mengarah pada tindak perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
“Kasus ini bukan delik aduan, melainkan delik biasa. Artinya, proses hukum harus tetap berjalan meski ada upaya pencabutan laporan. Kejahatan terhadap anak harus dituntaskan demi masa depan korban,” pungkasnya.(den/d)