BERITAJABAR.ID, Jakarta – Tren pengibaran bendera bajak laut bertema anime One Piece di momen bulan kecerahan belakangan jadi sorotan. Fenomena yang ramai di ruang publik hingga media sosial itu memicu kekhawatiran tentang penghormatan pada simbol negara.
Akademisi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Supangat, menilai tren semacam ini bisa berdampak pada rasa persahabatan.
“Fenomena ini jelas lebih dari sekadar tren atau budaya pop. Sayangnya, di balik kreativitas itu, nasionalisme perlahan terdorong ke pinggir oleh narasi fiksi, algoritma media sosial, dan kegandrungan akan viralitas,” ujar Supangat.
Ia menilai generasi muda tetap memerlukan ruang untuk berekspresi dan Indonesia tidak menolak budaya populer, termasuk karya fiksi yang membawa pesan perlawanan. Namun, ia mengingatkan adanya batasan yang harus dijaga.
“Merah Putih bukan simbol yang bisa disandingkan secara sembarangan. Ketika bendera fiksi dikibarkan sejajar dengan lambang negara, ini adalah pergeseran makna yang dapat mewajibkan nilai kebangsaan,” tegasnya.
Supangat juga menyoroti pengaruh algoritma digital yang membentuk pola pikir masyarakat. Menurut dia, sistem rekomendasi media sosial lebih sering memutar ulang preferensi hiburan daripada menampilkan konten edukasi atau kebangsaan.
“Inilah yang saya sebut nasionalisme digital yang disorientatif. Identitas bangsa bisa kehilangan jangkar jika literasi digital masyarakat rendah,” jelasnya.
Dari sisi pemerintah, ajakan menjaga simbol negara terus digaungkan. Sekretaris Fraksi PKS MPR RI, Johan Rosihan, mengatakan budaya global tidak perlu dimusuhi, tetapi tidak boleh mengesampingkan simbol nasional. Ia menilai penting adanya narasi kebangsaan yang relevan bagi generasi digital agar Merah Putih hadir tidak hanya dalam upacara, tetapi juga ruang kreatif yang berani.
Gerakan nyata juga dilakukan di daerah. Kapolda Kalimantan Selatan Irjen Pol Rosyanto Yudha Hermawan bersama Gubernur dan Forkopimda membagikan 15 ribu Bendera Merah Putih kepada masyarakat. Di Makassar, Kepala Badan Kesbangpol Fatur Rahim mengimbau warga mengibarkan Merah Putih di rumah-rumah sepanjang Agustus sebagai bentuk kebanggaan nasional.
Supangat menekankan tantangan terbesar bukan sekedar melarang simbol fiksi, melainkan bagaimana mengembalikan pamor Merah Putih di dunia digital.
“Platform digital seharusnya menyematkan konten kebangsaan ke dalam alur algoritma utama. Teknologi harus berpihak pada nilai bangsa,” ujarnya.
Di tengah momentum HUT ke-80 RI, ajakan untuk menghormati Merah Putih di ruang nyata maupun virtual semakin penting. Sang Saka adalah simbol persatuan sekaligus identitas Indonesia yang tidak tergantikan.****
Post Views: 3